Bangkitlah dari kesedihan, karena kesedihan adalah proses yang harus dilalui untuk menuju kebahagiaan.

Kamu tak akan pernah bisa meraih apa yg ada di depanmu, jika kamu tak pernah mau melepaskan apa yg ada di masa lalumu.

Jangan mencoba tuk menjadi handal dlm sgala hal. Jadilah handal dlm satu hal. Itu yg membuatmu istimewa.

Yg membedakan Pemenang dgn pecundang adalah bagaimana seseorang Bereaksi terhadap setiap perubahan Takdirnya.

Pernah terbesit dipikiran kalau cinta adalah hal paling indah dalam hidup, beda saat kita sendiri hati ini terasang kosong bagai tidak ada isinya.

Hal paling penting didunia ini adalah kasih sayang, seandainya tidak ada mungkin dunia sudah kiamat.

Selasa, 10 April 2012

Kini, Karyawan Instagram "Lebih Mahal" daripada Karyawan Facebook


Facebook telah mengumumkan akuisisi terhadap Instagram senilai 1 miliar dollar AS (lebih dari Rp 9 triliun) dalam bentuk tunai dan saham.

Instagram yang telah memiliki 30 juta pengguna, ternyata hanya memiliki 13  karyawan. Maka, jika dihitung, akuisisi penuh Facebook ini membuat karyawan Instagram memiliki nilai jauh di atas karyawan Facebook, Apple, atau Google.

Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Rebecca Rosen dari The Atlantic, setiap karyawan Instagram kini bernilai 77 juta dollar AS. Angka ini menempatkan karyawan Instagram tiga kali lebih "mahal" daripada karyawan Facebook dan 15 kali lebih "mahal" daripada karyawan Apple dan Google.

Perhitungan ini didasarkan pada penghitungan nilai perusahaan dibagi jumlah karyawan. Berikut adalah grafik peringkat nilai karyawan dari 13 perusahaan teknologi di AS:

fivetechcompanies-red

Dari grafik di atas, karyawan Facebook hanya bernilai 25 juta dollar AS, disusul karyawan Apple dan Google yang bahkan tidak menyentuh angka 10 juta dollar AS.

Uniknya, Facebook memang membeli Instagram saat perusahaan ini belum menghasilkan uang.

Akan banyak orang bertanya, apakah angka 1 miliar dollar AS layak untuk membeli Instagram? Setidaknya, ada tiga hal yang bisa menjelaskan alasan Facebook membeli Instagram, yakni:
  1. Instagram sejak dirilis Januari 2011, awalnya hanya tersedia untuk platform iOS, tetapi telah berhasil menarik minat sekitar 30 juta pengguna. Jumlah pengguna terus berlipat sejak Instagram juga tersedia untuk platform Android minggu lalu dengan pertambahan pengguna mencapai 1 juta pengguna setiap 24 jam.
  2. Pengguna Facebook menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat gambar daripada membaca newsfeed.
    Jika Facebook berperan sebagai jejaring sosial untuk berbagi foto,  jejaring sosial seperti Instagram adalah saingan berat. Minggu lalu, nilai Instagram sudah mencapai 500 juta dollar AS yang diperoleh dari beberapa investor. Facebook kemudian mengakuisisi penuh seharga 1 miliar dollar AS.
  3. Pengguna Instagram menggunakan aplikasi ini untuk dibagikan ke beragam jejaring sosial. Facebook membeli Instagram agar integrasi kedua jejaring sosial ini bisa lebih mudah meskipun Mark Zuckerberg, sang founder, mengatakan Instagram tak akan serta merta dilebur ke Facebook.
kompas.com

Wajah Itu Membayang di Piring Bubur


 
 

Seorang lelaki gemuk, bertelanjang dada, berdiri. Matanya melotot. Ia mengayunkan tinjunya ke wajah Murwad, namun Murwad mampu menghindar.
Selalu setiap hari, Sumbi menyiapkan bubur gula jawa kesukaan Murwad, suaminya. Bubur itu ia buat sendiri, dari beras terbaik—rojo lele—yang dicampur santan kelapa kental, sedikit garam dan ditaburi gerusan gula jawa. Setiap menyajikan bubur itu, mulut Sumbi selalu mengucap doa untuk keselamatan Murwad yang hingga kini belum pulang.
Sejak Pasar Kliwon terbakar, keberadaan Murwad tidak jelas. Ada yang mengatakan, Murwad tewas terbakar. Tubuhnya mengabu. Arwahnya gentayangan. Seorang bakul sayuran mengaku melihat Murwad berjalan melayang di antara los-los dan selasar pasar.
”Wajahnya ringsek! Kasihan sekali. Aku tidak tega melihatnya,” ujar bakul sayuran itu dengan wajah pucat.
Pengakuan itu segera menyebar ke seantero pasar. Umumnya orang-orang percaya, Murwad telah tewas.
Namun, Sumbi yakin, suaminya itu masih hidup. Dia pasti pulang. Entah kapan. Sumbi berusaha mengulur-ulur harapan itu dengan selalu menyajikan bubur gula jawa buat Murwad. Di hamparan bubur hangat itu, terbayang wajah Murwad. Tersenyum. Dada Sumbi terasa mengembang.
Murwad mengayun-ayunkan sapunya. Menghalau belasan pasangan yang sedang asyik masyuk bercinta di sela-sela los pasar. Bangku-bangku dipukulinya. Kursi dan dingklik dilemparkannya. Suara gaduh menjelang subuh itu membuat beberapa pasangan kaget. Mereka bergegas bangun. Langsung berlarian. Ada yang setengah telanjang.
Beberapa pasangan masih bertahan. Ada yang masih berangkulan. Bahkan nekat bercumbu.
”Ayo minggat! Minggat!” seru Murwad sambil mengacung-acungkan sapu lidi yang bertangkai panjang, bagai mengacungkan senapan.
Seorang lelaki gemuk, bertelanjang dada, berdiri. Matanya melotot. Ia mengayunkan tinjunya ke wajah Murwad, namun Murwad mampu menghindar. Murwad memukul kepala laki-laki itu dengan tangkai sapu. Laki-laki itu sempoyongan. Jatuh.
”Enak saja bercinta di pasar! Kalau tidak kuat nyewa losmen, ya cari kuburan!” Murwad meradang.
Laki-laki itu kembali menyerang dengan pukulan, namun hantaman sapu Murwad lebih cepat mendarat di kepalanya. Laki-laki itu pun kabur. Diikuti pasangannya.
Murwad, dengan wajah keruh, memunguti lembaran-lembaran koran, botol minuman beralkohol, bungkus jamu kuat lelaki, kondom, dan tikar jebol. Pekerjaan ini telah ia lakukan berulang kali, setiap menjelang subuh tiba.
”Dasar sundal! Kalian telah mengotori pasar. Gara-gara ulah kalian, pasar jadi sepi. Bakul-bakul bangkrut. Awas, jika kalian masih berani bercinta di sini!” Murwad berteriak-teriak. Suaranya diserap dinding-dinding pasar.
Mendadak terdengar suara ledakan. Sangat keras. Muncul percikan-percikan api. Makin lama makin membesar. Menjilat-jilat. Api itu terus menjalar membakar apa saja. Murwad berlari pontang-panting. Ia berusaha meloloskan diri dari kepungan api. Tubuhnya menjelma bayang-bayang.
Tubuh Murwad melayang memasuki lapisan-lapisan ruang. Ketika tubuh itu hendak jatuh, mendadak ada tangan yang terulur dan menangkapnya. Murwad kaget. Namun, sang penolong itu membujuknya untuk tenang lewat senyuman.
”Eyang ini siapa?”
”Namaku Ki Dono Driyah.”
”Kenapa Eyang menyelamatkan saya?”
Laki-laki sepuh itu tersenyum.
”Di mana saya?”
”Ruang awung-uwung. Tempat istirah jiwa-jiwa sebelum meneruskan perjalanan menuju Jagat Kelanggengan.”
”Jadi saya sudah mati?”
”Jantungmu masih berdetak. Rabalah....”
Murwad meraba dadanya. Ia masih merasakan degup jantungnya.
”Saya masih bisa pulang?”
”Bisa. Kapan saja. Sekarang?”
”Saya masih ingin di sini. Ruang ini sangat sejuk. Indah. Terang.”
”Seluruh dinding ruang ini adalah cahaya....”
Eyang Dono Driyah bercerita. Dulu dialah yang merintis berdirinya Pasar Kliwon hingga berkembang menjadi besar. Sebelum memulai kehidupan pasar itu, Eyang Dono bertapa selama 40 hari untuk mendapatkan wahyu pasar.
”Tuhan mengabulkan permohonanku. Wahyu itu hadir, berpendar-pendar di atas pasar itu. Dalam pendaran itu, Tuhan menaburkan rezeki,” ujar Ki Dono Driyah.
”Sekarang, wahyu itu masih ada, Eyang?”
Eyang Dono Driyah menatap wajah Murwad. Lalu, menggeleng.
”Kenapa?”
”Aku tidak tahu persis. Tapi, sejak pasar itu dihuni Genderuwo, suasana jadi aneh. Gerah. Genderuwo itu selalu meniupkan hawa panas dalam setiap aliran darah, hingga orang-orang saling membunuh.”
”Tapi di pasar itu, saya tidak pernah melihat perkelahian atau mayat-mayat....”
”Karena kamu tidak melihatnya dengan mata batin.”
”Bagaimana wujud Genderuwo itu?”
”Tinggi dan besarnya tak bisa dibayangkan. Tubuhnya berbulu hitam. Kasar. Kuku kaki dan tangannya sangat panjang. Matanya hijau. Bola matanya sangat besar, sepuluh kali lipat dari danau. Tubuhnya bisa berubah menjadi apa saja. Angin. Api. Udara. Dia hadir di mana saja, di setiap belahan dunia. Di setiap hati manusia.”
”Saya ingin melihatnya. Bisakah Eyang membantu?”
”Kamu belum siap. Kamu masih kamanungsan. Kamu mesti membebaskan diri dari hasrat-hasrat kemanusiaanmu. Berpuasalah. Kuat?”
”Kuat, Eyang. Saya ini terlatih menderita.”
Mendadak Tubuh Murwad terpental. Melenting ke udara. Melayang. Ia kaget. Tiba-tiba ia berada di sel penjara. Ia pukuli jeruji sel itu dengan piring seng. Seorang sipir datang. Matanya melotot. Murwad mengamati kaki sipir itu yang menapak di lantai. Ia pun yakin, dirinya masih hidup di dunia nyata.

”Dengan berubahnya Pasar Kliwon menjadi Kliwon Plaza maka masa depan itu kini ada dalam genggaman kita. Dinamika ekonomi kota ini akan terus meningkat dengan semakin banyaknya orang belanja.” Wajah Wali Kota Bragalba menyala. Orang-orang tepuk tangan. Ratusan blitz menghujani wajahnya.
”Masyarakat yang suka berbelanja adalah masyarakat yang makmur!” Bragalba mengunci pidatonya.
Tepuk tangan kembali membahana. Bragalba menekan tombol sirene. Kliwon Plaza resmi dibuka. Ia pun turun panggung. Para wartawan langsung menyerbunya.
”Apa benar, Pasar Kliwon sekarang dihuni Genderuwo?” tanya seorang wartawan.
”No comment. Maaf. Saya hanya menjawab pertanyaan yang rasional. Saya tidak percaya hantu.”
”Tapi masyarakat sangat percaya soal Genderuwo itu.”
”Itu mitos. Itu dongeng!”
”Saudara tahu, kenapa saudara ditahan di sini?” ujar seorang pemeriksa dengan ramah.
Murwad terdiam. Kepalanya terasa pusing diterpa lampu sangat terang.
”Tahu alasannya saudara ditahan?!”
”Tidak. Saya hanya melihat pasar itu tiba-tiba terbakar.”
”Bagus. Berarti saudara ada di lokasi ketika itu.”
”Iya. Tapi, saya hanya tukang sapu.”
”Itu tidak penting. Yang penting, saudara mengakui ada di lokasi.”
”Apa tujuan saudara membakar pasar itu?” tanya pemeriksa yang lain.
”Maaf Pak. Kenapa pertanyaan Bapak aneh? Saya tidak membakar.”
”Akui saja. Hukuman saudara akan ringan.”
”Tapi saya tidak membakar. Tidak, Pak. Tidak.”
”Saudara sakit. Saudara perlu dokter.”
Beberapa sosok meninggalkan ruangan. Dua petugas menggelandang Murwad menuju sel tahanan.
Sumbi mengambil bubur gula jawa yang tadi pagi ditaruhnya di meja dan menggantinya dengan bubur yang baru, yang masih hangat. Ia berharap, Murwad segera menikmatinya. Lahap. Seperti biasanya. Agar ia tetap sehat. Dan bisa cepat pulang. Bayangan wajah Murwad melekat di hamparan bubur panas. Sumbi melihat, Murwad sangat menikmati bubur itu.
Di sel tahanan, sudah lebih seminggu Murwad tidak mau makan. Makanan itu dibiarkan saja dirubung lalat. Ia merasakan tubuhnya lemas dan panas. Namun, semangatnya tetap tinggi untuk tidak menyerah. Para sipir selalu membujuknya untuk mau makan. Namun selalu ditolaknya.
Pada hari kesebelas, Murwad merasakan tubuhnya ringan. Melayang. Memasuki lapisan-lapisan cahaya. Ia melihat Eyang Dono Driyah duduk mengambang di antara dinding-dinding cahaya.
”Eyang.....aku melihat Pasar Kliwon berubah jadi bangunan megah dan indah. Penuh cahaya. Tapi Eyang, aku melihat sosok hitam besar sekali. Ya, dia duduk di sana,” mata Murwad terpejam.
”Ya, itulah Genderuwo penguasa pasar!”
”Aduh eyang, mataku tidak kuat. Pandanganku jadi gelap.”
”Dia memang sakti sekaligus ganas! Hati-hati. Sekarang lihatlah lagi. Genderuwo itu masih di sana?”
”Masih....; Dia menggerakkan tangannya. Tidak hanya dua, tapi banyak sekali. Tangan-tangan itu berubah jadi belalai panjang dan besar. Ya, ampun pasar itu dibelitnya. Gumpalan-gumpalan uang itu dihisapnya.”
”Dia lebih dari rakus....”
”Genderuwo itu menoleh, Eyang. Dia menatapku. Matanya hijau bikin silau. Gigi-giginya gemeretak. Taring-taringnya berkilat-kilat.
”Eyangggggg!!!!!!”
Tubuh Murwad tumbang.
Murwad membuka mata. Pelan-pelan. Ia melihat ruangan yang asing. Serba putih. Bersih. Selang-selang infus menancap di lengannya.
Seorang perawat tersenyum kepadanya. Murwad ketakutan. Ia melihat wajah hitam berbulu kasar, dengan tatapan mata hijau tajam, dengan mulut yang menyeringai, dengan taring-taring tajam penuh bercak darah.
Mata Murwad terbelalak. Kedua tangannya seperti menahan tangan-tangan lain yang mencekik lehernya. Murwad terus meronta. Tubuhnya mengejang. Napasnya terasa berhenti. Tangan-tangan itu terlalu kuat untuk ditahan.
Sumbi, dengan takzim, menaruh bubur gula jawa yang masih panas itu di meja. Tangannya mendadak gemetar. Piring itu terlepas. Bubur itu tumpah. Ia tak melihat lagi wajah suaminya dalam hamparan bubur....
 
Yogyakarta

Hasil Laboratorium

Kakek Kumis mendatangi dokter ahli yang sudah lama menjadi langganannya. "Saya bersyukur karena anda bisa datang. Perlu diketahui saya punya berita buruk dan berita yang lebih buruk."
Kakek Kumis pun kaget sehingga langsung bertanya: "Saya penasaran, coba beritahu saya apa berita buruknya dokter?"
Dokter menghela napas lalu berkata: "Lab mengeluarkan hasil tes kesehatan Anda. Mereka mengatakan hidup anda tinggal 24 jam lagi."
Kakek Kumis pun pucat. "Dua puluh empat jam! Itu mengerikan! Lalu berita apa yang lebih buruknya?" tanya kakek Kumis. Dokter berkata pelan, "Saya sudah berusaha untuk mencari Anda sejak kemarin." (Bang Kota)

Sinyal Lemah

PADA malam Jumat Kliwon, Bedul sedang mendapat giliran ronda. Tiba saat ia berkeliling kampung. Sialnya rute yang dilalui Bedul mengharuskannya lewat sebuah tempat pemakaman umum. Warga sekitar sering menemukan kejadian aneh di makam ini.
Meski agak ragu, Bedul tetap berkeliling kampung dan melewati tempat pemakaman itu.
Namun tiba-tiba ia melihat sesosok cewek cantik berambut panjang sedang ngutak-atik ponselnya. Cewek itu duduk di atas sebuah makam.
Memberanikan diri, Bedul menyapa cewek itu.
"Mbak, maaf. Mbak lagi ngapain di situ? Malam-malam kok duduk di atas kuburan Mbak..?"
Sembari sibuk dengan ponselnya, cewek itu menjawab, "Iya nih Mas... di dalem sinyalnya lemaaaah." Kontan Bedul pun ngibrit.

Film "Love is U" Telan Biaya Rp 5 Miliar

 

Film "Love is U" yang menceritakan kisah sukses kelompok musik "Cherrybelle" dan telah diputar di bioskop-bioskop mulai 29 Maret 2012 menelan biaya produksi mencapai Rp 5 miliar.
"Kami melihat 'Cherrybelle' bukan sekadar grup band, melainkan sudah menjadi 'pop ikon' di Indonesia," kata Executive Produser Film "Love is U" Ardiansyah Solaiman di sela "Meet and Greet Cherrybelle" di Semarang, Minggu (8/4).
Ia menjelaskan bahwa film yang pembuatannya hanya dalam waktu 12 hari tersebut menceritakan tentang perjalanan sembilan gadis, yakni Wenda, Annisa, Cherly, Felly, Christy, Angel, Gigi, Devi, dan Ryn dalam bermusik.
Para fans "Cherrybelle" yang berasal dari berbagai usia, mulai anak kecil hingga remaja, dia mengakuinya hal itu menjadi inspirasi dalam membuat film itu sehingga menunjukkan bahwa kelompok itu digemari berbagai kalangan.
"Itulah yang mendasari kami membuat film yang menceritakan tentang kehidupan mereka (Cherrybelle, red.), setidaknya menceritakan perjalanan dan pertemuan mereka hingga bisa membentuk Cherybelle," katanya.
Menurut dia, kesulitan membuat film tersebut terletak pada sulitnya mencari celah syuting di tengah kepadatan jadwal mereka. Apalagi, waktu yang tersedia untuk pembuatan film itu hanya selama 12 hari.
"Ya, jadwal waktu syuting yang singkat dan kepadatan jadwal personel Cherybelle memang menjadi kesulitan tersendiri. Namun, akhirnya film itu bisa selesai cepat waktu dan segera diputar di bioskop," katanya.
"Love is U" yang menjadi film pertama yang diproduksi Radikal Films itu, kata dia, saat ini sudah ditonton sekitar 150 ribu orang sejak diputar pada tanggal 29 Maret lalu menjadi tanda sambutan positif dari masyarakat.
Berkaitan tema cinta yang diusung, dia mengatakan cinta memang kata yang tidak mudah didefinisikan. Namun, dalam film tersebut diartikan cinta secara universal, bisa kepada orang tua, sahabat, dan pacar.
Setelah film "Love is U", Ardiansyah mengaku pihaknya berencana menggarap film kedua yang masih bersegmentasi kalangan pelajar dan remaja, yakni menceritakan tentang kisah misteri pembunuhan di sekolah.
Sementara itu, Annisa salah satu personel Cherybelle mengatakan bahwa seni peran memang sesuatu yang benar-benar baru bagi mereka dan menjadi hal yang sangat menantang. Namun, itu dijadikan semacam pembelajaran.
"Sutradara, para kru, dan pemain-pemain film yang lebih senior sangat saar mendidik kami dan mengajarkan tentang tahap-tahap bagaimana berakting yang baik di depan kamera," kata remaja berusia 22 tahun itu seperti dikutip dari Antara.


sumber:wartakotalive.com

Tukang Mi Ayam Bergaji Rp 50 Juta


BogorSiapa sangka Wahyu Indra, sarjana lulusan Institut Ilmu Sosial dan Politik (ISIP) Jakarta ini menggeluti pekerjaan sebagai seorang penjual mi ayam? Siapa yang sangka pula, ternyata dari gerobak mi itu ia kini mendapat penghasilan sebesar Rp 50 juta per bulan? Tapi itulah fakta yang kini terjadi. Pria yang pernah bergelut di perfilman nasional itu kini memiliki usaha waralaba mi ayam gerobak.
Bagi Wahyu, untuk berpenghasilan setara dengan gaji Presiden, itu membutuhkan perjuangan panjang dan tak kenal lelah. Bahkan, bapak tiga anak ini sempat didera rasa galau akibat ketidakpastian usaha mi ayamnya itu. Wahyu "lari" dari bisnis sampingannya itu dan tergoda kembali bekerja sebagai Asisten Produser di salah satu rumah produksi ternama di Indonesia.
Berkat pedagang tongseng di Tanah Baru, Depok, Wahyu pun akhirnya fokus menjalani usahanya itu. "Waktu makan tongseng, saya tanya sama pedagangnya, ruko ini sewanya berapa per bulan. Dia bilang punya sendiri. Saya tanya lagi berapa lama jualan tongseng, dia bilang lima belas tahun dan mulai tahun ke sepuluh merasakan enaknya. Di situ saya terpecut. Saya baru satu tahun buka saja sudah nyerah, cemen," kata Wahyu di Kantor Pusat Mi Ayam Grobakan di Jalan Merpati 6 No 221, Perumnas Depok I, Sabtu (7/4).
Semangat untuk terus maju menjadikan Wahyu meninggalkan pekerjaan yang membesarkan namanya itu di dunia perfilman dan bergaji Rp 15 juta per bulan. Wahyu pun mematenkan mi ayamnya dan melanjutkan usaha mi ayam dengan sistim waralaba atau franchise. Dengan dana kemitraan Rp 7,5 juta, kini Wahyu telah mimiliki 120 mitra di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kemudian di Bandung, Semarang, dan Pekanbaru.
"Alhamdulillah dengan fokus saya bisa mengembangkan usaha ini," ujar pria kelahiran 3 Mei 1972 itu.
Berawal dari hobi makan mi ayam, Wahyu pun tertarik untuk berjualan mi ayam. Ketertarikan itu muncul karena penggemar mi ayam dari segala umur. Wahyu pun mulai gencar mencoba mi ayam berbagai produk. Dari mi ayam terkenal hingga yang biasa. Tahun 2007, suami dari Ervina Widamayanti itu pun mulai mencari resep untuk membuat mi ayam yang enak dan sehat disantap. Setiap menemukan resep membuat mi dari berbagai sumber, Wahyu pun mencoba mi buatannya itu ke pasar. Baik itu di acara keluarga hingga acara di RT dan RW.
Hasilnya Wahyu pun menemukan resep mi yang enak, lembut, dan tidak mudah putus. Tak hanya itu, mi-nya bebas bahan pengawet, kimia, dan halal. Resep lainnya adalah bumbu. Ketika dirasakan mi ayam yang gepeng itu begitu mantap dimulut. Bumbu serta sambal yang menyatu di mi ayam itu menari di lidah. Potongan daging ayam yang segar menambah kelezatan mi ayam buatan Wahyu.
Dengan modal Rp 27 juta, Wahyu pun memberanikan diri membuka usaha mi ayam. Modal itu digunakan untuk membeli mesin pembuat mi Rp 6,5 juta, bahan baku serta menyewa tempat berjualan di Jalan Mawar. Tepat sehari setelah lebaran pada 2008, Wahyu resmi berjualan mi ayam. Sambutannya pun luar biasa. Hampir 100 mangkuk mi ayam seharga Rp 7,000 terjual. Kemudian, Wahyu pindah ke Jalan Merpati. Walaupun pindah mi ayam Wahyu tetap diburu konsumen.
Tak puas dengan buatan mi ayamnya, Wahyu pun mencoba mengembangkan usahanya. Mulainya Wahyu membaca buku tentang waralaba. Setelah yakin Wahyu pun mengembangkan usahanya dengan cara waralaba.
Setiap kemitraan dananya Rp 7,5 juta. Dengan dana itu akan mendapatkan gerobak mi ayam yang terbuat dari kayu jati Belanda dan mendapatkan 28 item lainnya. Selain itu diberikan juga pelatihan cara membuat mi, bumbu mi ayam, dan sambal. Selanjutnya dicarikan lokasi jualan dan pendampingan usaha.
Analisa investasi dari modal Rp 7,5 juta itu adalah pemasukan mi ayam per hari Rp 187.000 (25 mangkok), teh botol Rp 75.000, bakso (2 buah) Rp 30.000, pangsit rebus (2 buah) Rp 15.000. Jika dihitung per bulan maka penghasilannya Rp 9.2 juta. Sedangkan pengeluaran per bulannya mencapai Rp 2,3 juta.
"Dari 120 mitra, 20 persennya ada yang berhenti karena berbagai hal. Ada juga berhenti lalu melanjutkan kembali. Sisanya sukses, bahkan sudah ada yang 100 mangkok per hari. Kepercayaan menjadi komitmen kami," ujarnya.

wartakotalive.com

Rumah Masa Depan Pakai Lantai Sentuh

detail berita
WASHINGTON - Rumah cerdas di masa depan akan membutuhkan cara untuk mengetahui siapa serta apa yang dilakukan penghuninya. Salah satu alat untuk mewujudkan hal itu adalah lantai rumah.

US patent and Trademark Office baru-baru ini menyetujui paten yang diajukan IBM. Paten itu terkait dengan sistem keamanan yang bisa menjelma lantai sentuh dan mengenali orang yang berdiri di permukaannya.

Lantai sentuh dibuat dengan kemampuan merasakan bentuk dan berat sehingga bisa membedakan orang dewasa, anak-anak dan hewan peliharaan yang berdiri di permukaannya.

Diwartakan Live Science, Senin (9/4/2012), lantai tersebut memiliki database identitas yang bisa mencocokkan berat, bentuk dan jumlah kaki yang berdiri di permukaannya. Ketika merasakan orang tak dikenal, lantai rumah masa depan akan membunyikan alarm atau menghubungi polisi.

Selain bisa mengawasi penyusup dari luar, lantai itu juga dibuat agar orang di dalam rumah bisa saling mengawasi. Hal ini bisa dilakukan karena kemampuannya mengenali kaki setiap orang.

Lantai rumah masa depan tersebut juga bisa mengenali jika orang yang berbaring di permukaannya sedang sakit. Sebuah sensor di dalamnya memungkinkan lantai bisa menganalisa denyut jantung orang tersebut. Jika orang yang berbaring dalam masalah, sistem akan otomatis melakukan panggilan darurat.

Sayangnya masih belum jelas kapan teknologi super canggih seperti ini akan bisa diterapkan. Juru bicara IBM Cristopher Andrew mengatakan pada InnovationNewsDaily, "Paten penemuan terbaru ini bukan bagian dari produk atau solusi. Kami tidak bisa memperkirakan bagaimana implementasinya nanti."

sumber:okezone